Selasa, 16 September 2014

pengertian Pajak, Utang Pajak, oleh beberapa Pakar

B. Pengertian Hutang. Pengertian Hutang menurut Hartono (1992:55) menerangkan bahwa: Hutang, utang merupakan pinjaman yang berupa uang atau barang. Dalam modul materi pokok Angsuran Penundaan dan Penghapusan (Soemarjono: 19) menurut hukum perdata, utang merupakan suatu perikatan yang mengandung kewajiban bagi salah satu pihak, baik orang maupun badan sebagai subjek hukuk untuk melakukan suatu prestasi atau tidak melakukan suatu prestasi yang menjadi hak pihak lainnya. Utang dalam hukum perdata dapat diartikan dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Utang dalam arti luas ialah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh orang yang berkewajiban sebagai akibat perikatan, misalnya menyerahkan barang. Utang dalam arti sempit ialah: perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, yang mewajibkan debitur membayar junlah uang telah dipinjamkan dari kreditur. Sedangkan menurut Andini (2003:25) bahwa, antara lain Hutang adalah sesuatu yang dipinjamkan dari orang lain, dengan kata lain segala hal baik itu barang atau jasa yang dipinjam. C. Pengertian Pajak Mengenai pengertian pajak penulis mengutamakan beberapa pendapat para ahli yang memberikan batasan tentang pajak, diantaranya Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.A.J. Adriani (Santoso Brotodiharjo, 1998 : 2) sebagai berikut: Pajak adaiah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Lebih lanjut Waluyo (2002:5) mengemukakan bahwa: "Pajak lebih menfokuskan pada fungsi yang bersifat budgeter daripada pajak, sedcngkan di sisi lain pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Apabila memperhatikan coraknya dalam mcmberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, hukum, sosiologi dan lain sebagainya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang diletakkan oleh pajak tersebut, sebagai contoh segi penghasilan dan segi daya beli. Namun kebanyakan bercorak pada aspek ekonomi". Mengenai defenisi pajak, Rochmat Sumitro (Erly Suady, 1000 : 8) mengatakan bahwa: "Pajak adaiah peralihan kekayaan dari pajak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeiuaran rutin dan surplusnya digunakan untuk pubfik saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai publik investment'. Berdasarkan pengertian pajak yang dikemukakan Rochmat Sumitro diatas, maka pajak adaiah gejala masyarakatm artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang ada pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan-tujuan tertentu. Masyarakat terdiri dari individu-induvidu yang mempunyai kehidupan dan kepentingan sendiri. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Penghasil negara adalah dari ranya melalui pungutan pajak dan atau hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (naturak resource), kedua sumber ini merupakan sumber kepentingan yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan yang diperoleh dari pajak dan kekayaan alam itu diguankan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan hidup pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi dim ana ada kepentingan masyarakat, maka disana akan timbul pungutan pajak, sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Menurut Soeparman Sumahamidjaja (Santoso Brotodoharjo, 1998 : 5) mengemukakan bahwa: "Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasartkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-harang dan jasa-jasa koiektlf dalam mencapai kesejahteraan umum". Dengan mencantumkan istilah iuran wajib, ia mengharapkan terpenuhunya art bahwa pajak di pungut dengan bantuan dari dan kerjasama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu pula dihindari istilah "paksaan" lebih-lebih (demikian pula menurut beberapa sarjana lainnya bilamana suatu kewajiban harus dilaksanakan beradasarkan Undang-undang). Dalam hal kewajiban tersebut tidak dilaksanakan maka Undang-undang menunjukkan cara pelaksanaannya yang lain hal ini tidak mengenai pajak saja (dengan cara ini biasanya adalah untuk memaksakan). Selanjutnya berkelebihanlah kiranya, kalau khusus mengenai pajak sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya. Ia sudah menganggap cukup dengan menyatakan bahwa pajak adalah "iuran wajib" (jadi tidak usah diberi tambahan yang dapat dipaksakan). Adapun mengenai kontra prestasi, Dr. Suparman (Santoso Brotodiharjo, 1998 : 5) berpendirian bahwa: Untuk menyelenggarakan kontra prestasi ituiah perlu dtpungut pajak, bukankalah pengeiuaran-pengeiuaran pemerintah bagi penyeienggara bidang keamanan, kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan hal lainnya merupakan pemerian kontra prestasi pern bay aran pajak selaku anggota masyarakat. Sekedar untuk perbandingan, berikut ini dapat disajikan defenisi pajak dari beberapa sarjana yang dimuat berdasarkan pada kronologis faktualnya: Pengertian Pajak berdasarkan pada defenisi Prancis, yang termuat dalam buku "Lorey Beailieu" yang berjudul Traite de La Science des Finances, 1906, berbunyi: L' impot et fa contribution, sort derecte soit dissimulee, que la puissance publique exige des habitants ou des biens pur subvenir out depemses du gouverment". (Pajak adalah bantuan baik secara iangsung maupun tidak iangsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dart penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintahan). Pengertian pajak berdasarkan pada defenisi Belanda yang dikenal dengan julukan negara kincir air memberikan batasan pengertian pajak sebagai berikut: Deutsche Reichs abgaben ordnug (RAO -1919) berbunyi: "Steurn sind einmalinge oder hufende Geldeistunge die nicht eine Ggenieistungfur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentfichrect/ichen Gemeinwesen zur Erzielung von Einkunften alien auferlegt werden, bei denen der Tatbestand zutr/fft an dos Gesetz die Leistungsplicht knupft". (Pajak odalah bantuon uang secara insidental atau secara periodik dengoun tidak ada kontra prestasinya, yang dipungut oieh badan yang bersifat umum (-negara) untuk memperoleh pendapatan, dim ana tcrjadi suatu tatbestand (=Sasaran Pemajakan), yang karena Undang-undang telah menimbulkan utang pajak). Mengenai defenisi Pajak dapat pula kita mengutip pendapat Mr. Dr, N. J. Feldmann, dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, adalah: "Belastingen zijn aan the Overheid (volgens algemene, door haar vastgestelde normen) vershuldigde afdwing baraprefties, waar geen tegenprestatie tegenover stoat en uitstuitend dienen tot dekking van publieke uitgaven". "Pajak adalah prestos; yang dipaksakan sepihak oieh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeSuaran-pengeluaran umum". Feldmann (seperti juga dengan Seligman) berpendapat, bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada suatu kontra prestasi dari negera. Dalam mengemukakan kritik-kritiknya terhadap defenisi dari beberapa sarjana-sarjana lainnya, seperti Taylor, Andriani, dan lain-lainnya ternyata, bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan defenisinya untuk memberikan gam bar an tentang pengertian pajak. Selanjutnya dapat dikemukakan lebih lanjut mengenai defenisi pajak menurut Prof. Edwin R.A. Seligman dalam Essay in Taxation (New York -1925), berbunyi: Tax is a compulsory contribution from the person, to the goverment to defray the expensesincurred in the common interest of all. Without reference to sped/a/ benefit conferred". "Banyak terdengar keberatan atas kalimat "without reference" karena bogaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apatagi secara Der Oranzan. Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der Belastinge, 1951, memberikan pengertian pajak sebagai berikut: Belastingen Zijn aan de overheid (volgens normen) Vershulidge, afdwgbare pretties, zonder dot hiertegenover. it net individuele gevat, aanwijsbare tegen prestaties staan; zij sterkken tot decking van publiekke uitgaven". "Pajak adalah prestasi kepada pemeHntah yang berutang meloiui norma-norma hukum, dan padat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah". Dalam bukunya ini Smeets mengaku, bahwa defenisinya hanya menonjolkan fungsi "budgeter" saja; baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada defenisinya. Dari beberapa rumusan dan pengertian pajak yang dikembangkan para ahli maka ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak meliputi: 1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang / badan pemerintah. 2. Pajak dipunggut berdasarkan/ dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi langsung secaraindividual yang diberikan oleh pemerintah. 4. Pajak dipungut oleh negara beik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik investment. 6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah seperti untuk tujuan yang mengatur. 7. Pajak dipunggut secara langsung atau tidak langsung. Selain daripada itu dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak yaitu:  Pembayaran pajak hams berdasarkan Undang-undang;  Sifatnya dapat dipaksakan;  Tidak ada kontra prestasi (imbalan yang dapat langsung dirasakan oleh pembayar pajak);  Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungit oleh swasta);dan  Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum. D. Pengertian Hutang Pajak Adapun mengenai defenisi hutang pajak dapat kita lihat pada Muqodim (1999:13) sebagai berikut: "Hutang pajak adalah hutang yang timbul karena Undang-undang atau peraturan-peraturan saja, bukan akibat karena dari adanya perjanjian atau perikatan perdata antara kreditur-debitur atau antara penjual-pembeli atau antara penyewa-dengan yang menyewakan (lessor dan lessee) dan dalam pelaksanaannya negara dapat memaksakan untuk dibayar oleh Wajib Pajak”. Lebih lanjut Erly Suandy (2000 : 94) mengemukakan defenisi hutang pajak sebagai berikut: "Hutang pajak adalah utang yang timbul karena Undang-undang dan pemerintah dapat memaksakan pembayaran utang kepada wajib pajak, dim ana hak dan kewajiban antara negera dan rakyat tidak sama". Dari kedua pengertian hutang pajak di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa utang pajak adalah hutang yang timbul karena Undang-undang dan negara dapat memaksakannya.